Studi Jemaat Kolose PART 1

5/26/13, 2:23:16 PM: Gembala GMI Kurios Agung :

(RENUNGKAN). Khotbah GS ibadah Minggu pagi 26 Mei 2013  (sudah disempurnakan sbg bagian dari Studi KOLOSE..).

FT dari Kolose 1:1-2 - terdapat salam dari rasul Paulus dan Timotius kepada jemaat di Kolose, di awal surat penggembalaan dari rasul Paulus kepada jemaat di Kolose.   Dalam korespondensi, dari zaman dahulu sampai saat ini, biasanya selalu dicantumkan nama pengirim dan penerimanya, kalau tidak maka pesan tidak dapat tersampaikan. Ketika satu pihak berkomunikasi dengan pihak lain, di situ terjadilah perjumpaan antar pribadi. Di awal surat penggembalaan tersebut di atas, Paulus menuliskan kapasitas tentang dirinya dan juga siapakah jemaat Kolose.

Dari 2 ayat pertama tersebut di atas, kita bisa melihat identitas dari orang percaya/ jati diri dari orang Kristen. Latar belakang jemaat Kolose adalah jemaat yang tidak terlalu bermasalah. Hal ini terlihat dari Kolose 1:3 yang menyatakan bahwa setiap kali rasul Paulus dan Timotius berdoa, mereka selalu mengucap syukur kepada Allah Bapa tentang keberadaan jemaat Kolose.   Jemaat Kolose bukanlah didirikan secara langsung oleh rasul Paulus, melainkan oleh Epafras ((ay 7-8), yaitu orang Kolose yang pernah dilayani oleh Paulus sebelumnya di kota Efesus. Dari sini kita bisa melihat bagaimana seorang Paulus memiliki hati yang begitu besar, yang mau mendoakan anak rohani hasil pelayanan dari orang lain.

Kita hidup di tengah-tengah situasi dan kondisi di mana seolah-olah kita tenggelam di dalamnya dan tidak bisa lari dari pengaruh dunia ini. Sebagaimana Tuhan Yesus mengatakan bahwa kita ibarat domba yang ditempatkan di tengah-tengah srigala, yang mana bukan merupakan ancaman melainkan janji. Janji Tuhan seringkali kita lihat sebagai hal-hal yang menyenangkan hati kita saja, yang membuat hidup kita nyaman dan lancar. Janji Tuhan tidaklah selalu bersifat menyenangkan dan nyaman menurut kita, tetapi adalah sesuatu yang pasti akan terjadi. Ketika kita tahu bahwa sebagai domba yang diletakkan di tengah srigala, maka kita pasti akan berpikir bahwa kawanan srigala tersebut pasti akan menganiaya kita scr fisik. Penganiayaan ini tidak selalu dalam bentuk fisik, melainkan juga secara konsep/ paradigma/ pola pikir. Penganiayaan secara konsep ini justru jauh lebih merusak, jauh lebih mengoyakkan orang-orang percaya, daripada penganiayaan secara fisik.

Kita hidup di tengah-tengah zaman yang berusaha menganiaya kita, bahkan dengan cara yang sangat halus. Ketika kita bicara tentang identitas diri, apa yang ada di pikiran kita?  Apakah saya adalah seorang mahasiswa, saya lahir dari etnis tertentu, saya lahir dalam golongan sosial tertentu, saya lahir dalam kebudayaan/ tradisi tertentu? Apakah semuanya itu merupakan identitas? Ya, tapi identitas tidak hanya itu, identitas sejati adalah ketika kita berada di hadapan Tuhan. Jadi, identitas bukan sekedar siapa kita di hadapan sesama kita, melainkan juga siapa kita di hadapan Tuhan. Zaman ini terus menerus mereduksi identitas kita hanya sampai batas siapa kita di hadapan sesama kita. Sebagai contoh, kaum remaja yang berada dalam tahap mencari identitas, akan selalu mengidentikkan dirinya dengan kelompoknya agar bisa diterima oleh kelompoknya. Kita mungkin tidak lebih baik dari kaum remaja, kita memang tidak lagi mencari identitas tetapi kita mungkin gamang atau ragu dengan identitas kita.

(GS)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

4 Sifat dalam Hukum Taurat : Berkat, Hidup, Kematian dan Kutuk

Ciptaan Yang Terlihat dan Tak Terlihat

Menghargai Hidup